muhamadnulfirahmadan.blogspot.com - Kecamatam
Panawangan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan ini berbatasan disebelah
utara dengan Kecamatan Sukamantri, sebelah timur dengan Kecamatan Cikijing,
sebelah selatan dengan Kecamatan Rajadesa, dan sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Lumbung. Kecamatan panawangan terbagi atas 18 Desa, yang dibagi
menjadi beberapa Dusun. Pusat Pemerintahan berada di Desa Panawangan.
Desa
Kertajaya, Mekarbuana, Nagarawangi, dan Natanegara adalah desa-desa yang mengalami
pemekaran pada bulan Januari 2013. Desa yang berada di Kecamatan Panawangan yaitu
:
- Bangunjaya
- Cinyasag
- Gardujaya
- Girilaya
- Indragiri
- Jagabaya
- Karangpaningal
- Kertajaya
- Kertayasa
- Mekarbuana
- Nagarajati
- Nagarajaya
- Nagarapageuh
- Nagarawangi
- Natanegara
- Panawangan
- Sadapaingan
- Sagalaherang
Panawangan
mempunyai panorama pemandangan yang sangat indah, udara yang sejuk, serta
orang-orangnya yang ramah. Panawangan juga sangat terkenal dengan makanan
khasnya yaitu Ketupat yang biasa orang-orang menyebut sebagai makanan khas
lebaran. Untuk suhu di Kecamatan
Panawangan rata-rata berkisar 25°C. Jadi untuk daerah ini lumayan dingin.
SEJARAH KERAJAAN GALUH
Kerajaan Galuh pertama kali didirikan oleh Wrettikandayun pada abad ke-6 Masehi, akan tetapi belum ada keterangan yang pasti mengenai letak Kerajaan Galuh tersebut, namun ada beberapa pendapat yang mengemukakan bahwa Kerajaan Galuh berpusat di Cibeureum, yang sekarang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Tasikmalaya tepatnya di Desa Cibeureum Kecamatan Manonjaya. Sementara itu pendapat lain mengemukakan pula bahwa pusat Kerajaan Galuh terletak di Desa Citapen Kecamatan Rajadesa Kabupeten Ciamis. Ditempat ini ditemukan sebuah peninggalan purbakala berupa dinding batu yang cukup tinggi berada di sebuah tebing di pinggir kali sungai Cijolang. Pada dinding batu tersebut terdapat beberapa catatan berupa garis-garis berupa sebuah sandi, namun sampai saat ini belum diketahui apa maksud coretan tersebut. Ada lagi pendapat yang mengemukakan bahwa Kerajaan Galuh berpusat di Purbaratu, kemudian di Lakbok dan Karangkamulyan, yang kesemuanya memiliki peninggalan purbakala.
Wrettikandayun gemar menimba ilmu pengetahuan, ia diwarisi kitab yang disebutSanghiang Watangageung oleh ayahnya. Kemudian ia bersama ayahnya yakni Kandiawan dan dua orang adiknya yang bernama Sandang Gerba dan Katungmaralah, membuat sebuah kitab yang diberi nama Sanghiang Sasanakerta.
Pada masa Wrettikandayun, Kerajaan Galuh berbatasan dengan Kerajaan Sunda di Citarum. Setelah 90 tahun memerintah, Wrettikandayun mengundurkan diri dari jabatannya kemudian ia menjadi Raja Resi di Mendala Menir, oleh sebab itu ia mendapat julukan Rahiangtarimenir.
Setelah Wrettikandayun wafat, tahta kerajaan tidak diteruskan oleh putra sulungnya karena putra sulung tersebut memiliki cacat tubuh yaitu giginya tanggal, oleh karena itu maka dinamai Sempak Waja. Disamping memiliki cacat tubuh, Sempakjaya memiliki wajah yang kurang bagus, kemudian ia di jodohkan dengan Pwah Rababu yang berasal dari daerah Kendan. Dalam perkawinannya pun Sempak Waja memiliki cacat, atau tidak memiliki jalan mulus, sebab terjadi peristiwa yang memalukan yakni, adanya hubungan gelap antara istrinya dengan adiknya sendiri yang bernama Mandiminyak.
Hubungan gelap itu bermula dari adanya acara perjamuan makan di Galuh yang di sebut utsawakarma. Putra kedua Wrettikandayun yang bernama Jantaka, juga tidak memenuhi syarat untuk menjadi raja, sebab ia pun memiliki cacat tubuh yaitu kemir. Tidak diperoleh keterangan dengan siapa Jantaka menikah, tetapi ia mempunyai keturunan bernama Bimaraksa atau terkenal dengan sebutan Balangantrang.
Putra ketiga dari Wrettikandayun merupakan orang yang dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan raja, sebab tidak memiliki cacat tubuh. Ia adalah Mandiminyak.
Kerajaan Galuh Pada Masa Mandiminyak
Mandiminyak atau disebut juga Amara, memerintah di Galuh dari tahun 702 – 709 masehi. Ia memerintah dalam usia 78 tahun. Mandiminyak dijodohkan dengan putri Maharani Sima seorang penguasa dari Kalingga. Dari perkawinannya dengan Dewi Parwati, Mandiminyak dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama putri Sannaha. Dengan demikian Mandiminyak telah mempunyai dua orang anak. Anak pertama bernama Bratsenawa sebagai hasil hubungan gelap dengan Pwah Rababu yang telah diperistri oleh kakaknya yaitu Sempakjaya.. Kedua kakak beradik yang berbeda ibu tersebut, kemudian dijodohkan karena pada waktu itu adat mereka membolehkannya. Perkawinan itu terkenal dengan sebutanPerkawinan Manu, yaitu menikah dengan saudara sendiri. Mandiminyak bersama istrinya menjadi penguasa Kalingga Utara sejak tahun 674-702 Masehi.
Kerajaan Galuh Pada Masa Bratasenawa
Ranghiangtang Bratasenawa atau Sang Sena memerintah di Kerajaan Galuh dari tahun 709-716 Masehi. Dari perkawinannya dengan Dewi Sannaha ia dikaruniai seorang anak yang diberi nama Sanjaya. Sang Sena terlahir dari hubungan terlarang antara Mandiminyak dan Pwah Rababu, oleh sebab itui kedudukannya di Galuh kurang disukai oleh kalangan pembesar Galuh. Sang Sena pun menyadari kalau kedudukannya kurang disukai karena latar belakang dirinya dari keadaan yang hitam, tetapi ia tetap duduk dalam kekuasaannya.
Pada tahun 716 Masehi terjadilah perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Purbasora. Dalam perebutan kekuasaan itu, Purbasora dibantu oleh kerajaan-kerajaan yang berpihak kepadanya seperti kerajaan Indraprahasta yang dipimpin oleh Wirata. Dalam perebutan kekuasaan itu pasukan Galuh terpecah menjadi dua bagian, pertama sebagai pendukung Bratasena dan kedua sebagai pendukung Purbasora. Akan tetapi pasukan yang memihak kepada Bratasena atau Sang Sena tidaklah sekuat pasukan yang memihak kepada Purbasora sehingga pasukan Sang Sena dapat segera dikalahkan.
Kerajaan Galuh Pada Masa Purbasora
Rahyang Purbasora menjadi penguasa di Galuh dari tahun 716-723 Masehi, ia naik tahta dalam usia 74 tahun. Dari perkawinannnya dengan Citra Kirana Putri Padma Hadiwangsa Raja Indraprahasta ke-13, ia dikaruniai anak bernama Wijaya Kusuma yang menjadi Patih di Saung Galah.
Rahiang tidak lama memerintah di Galuh, setelah 7 tahun memegang pemerintahan maka terjadilah perebutan kekuasan, ini dilakukan oleh Sanjaya. Sa njaya adalah anak dari Bratasenawa atau Sang Sena. Penyerbuan dilakukan pada malam hari dengan markasnya di Gunung Sawal. Pada penyerbuan itu ia berhasil membunuh Purbasora serta membunuh seluruh penghuni Keraton Galuh.
Kerajaan Galuh Pada Masa Sanjaya
Sanjaya atau Rakaian Jamri atau disebut juga Harisdharama Bhimaparakrama Prabu Maheswara Sarwajisatru Yudhapurna Jaya anak dari perkawinan antara Bratasenawa dan Dewi Sannaha. Ia menikah dengan Teja Kancana Hayupurnawangi cucu Prabu Tarusbawa pendiri Kerajaan sunda. Perkawinan kedua dengan putri sudiwara putra dari Narayana atau Prabu Iswara penguasa Kalingga Selatan.
Sanjaya berkuasa di Galuh dari tahun 723-724 Masehi. Setelah merebut Galuh, Sanjaya segera menumpas para pendukung Purbasora ketika merebut kekuasaan dari tangan ayahnya. Setelah melakukan penyerbuan ke Indraprahasta kemudian Sanjaya menyerang Kerajaan Kuningan. Tetapi penyerangan ini mengalami kegagalan sampai akhirnya Sanjaya kembali ke Galuh bersama pasukannya.
Setelah melakukan penyerbuan itu Sanjaya menemui Sempak Waja di Galunggung. Sanjaya meminta agar Galuh dipegang oleh Demunawan adik Purbasora, tetapi Demunawan menolak permintaan itu, hal ini terjadi mungkin karena Demunawan tidak rela kalau Kerajaan Galuh menjadi bawahan Kerajaan Sunda. Dalam menanggapi pihak Galunggung, Sanjaya tidak berani bersikap keras, karena ia telah mendapat tekanan keras dari ayahnya sendiri, Sang Sena, yang telah berkali-kali mengingatkan agar Sanjaya tetap bersikap hormat kepada Sempak Waja dan Demunawan.
Ketika Sanjaya telah berhasil menundukkan raja-raja di pulau Jawa Swarna bumi dan Cina, ia kembali ke Galuh untuk mengadakan perundingan. Perundingan itu dihadiri oleh Sanjaya, Demunawan, Sang Iswara dan para pembesar kerajaan serta para pembesar kerajaan serta Duta Prabu Sena dan para Duta dari Swarna Bumi. Pada saat itu Sempak Waja telah meninggal dunia. Hasil perundingan itu meneapkan bahwa:
Keterangan I :
Kerajaan Galuh Pada Masa Adimulya Permanadikusuma
Nama Adimulya Permanadikusuma atau disebut juga Bagawat Sajala-jala atau Ajar sukaresi, telah dikenal cukup akrab di telinga masyarakat yang ada di Kabupaten Ciamis terutama yang tinggal di daerah Bojong Galuh Karangkamulyan sekarang ini, karena tempat ini diduga sebagai bekas peninggalan Kerajaan Galuh pada masa pemerintahan Adimulya Permanadikusuma. Menurut sejarahnya, Adimulya Permanadikusumah adalah putra Wijaya Kusuma yang menjadi patih di Saung Galah (Kuningan), ketika Demunawan memegang pemerintahan.
Ratu Adimulya Permanadilusuma lahir pada tahun 683 Masehi. Ia seumur dengan Sanjaya putra Bratasena. Sanjaya mengangkat Adimulya Permanadikusuma menjadi raja di Galuh dengan maksud untuk menghilangkan ketidaksimpatian para tokoh Galuh terhadap dirinya terutama keturunan Batara Sempak Waja dan Resi guru Jantaka..
Untuk memperkuat kedudukannya, Sanjaya membuat suatu strategi dengan cara menjodohkan Adimulya Permanadikusuma dengan putri Patih Anggada dari Kerajaan Sunda bernama Pangrenyep, masih saudara sepupu istri Sanjaya. Saat anak pertamanya yang bernama Ciung Wanara baru berumur lima tahun, ia melakukan tapa, karena merasa bingung dalam memerintah sebab Kerajaan Galuh harus tunduk kepada Kerajaan Sunda.
Pada waktu Adimulya Permanadikusuma bertapa, pemerintahan di Galuh sementara dipegang oleh Tamperan yang jabatannya sebagai patih galuh. Akan tetapi Tamperan berbuat tidak baik, ia menghianati Prabu Adimulya Permanadikusuma, dengan cara berbuat skandal/tidak senonoh dengan Pangrenyep, yang menjadi istri kedua Prabu Adimulya Permanadikusuma. Hubungan Tamperan dan Pangrenyep semakin hari semakin akrab, sampai akhirnya dari hubungan gelap itulah lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Rahiang Banga atau disebut juga Kamarasa. Tamperan membuat siasat licik dengan cara menyuruh orang untuk membunuh Prabu Adimulya Permanadikusumah yang sedang bertapa di Gunung Padang. Maka terbunuhlah Prabu Adimulya Permanadikusuma oleh orang suruhan Tamperan.
Kerajaan Galuh Pada Masa Tamperan
Tamperan menikah dengan Pangrenyep ketika sedang mengandung sembilan bulan. Namun tidak lama kemudian, ia menikahi Naganingrum yang statusnya sebagai istri kedua.
Sementara itu Ciung Wanara, putra dari Prabu Adimulya Permanadikusuma dan Dewi Naganingrum setelah ibunya menikah kembali, ia melarikan diri ke Geger Sunten untuk menemui Balangantrang. Ia menetap di Geger Sunten sampai usianya dewasa. Ciung Wanara mengetahui rahasia negara, karena diberitahu oleh Balangantrang. Ia dipersiapkan oleh Balangantrang untuk merebut kembali Kerajaan Galuh yang menjadi haknya dan menuntut balas pati atas kematian ayahnya.
Ketika Ciung Wanara berusia 22 tahun, tepatnya tahun 739 Masehi, Ciung Wanara bersama pasukannya dari Geger Sunten, ditambah dengan pasukan yang masih setia kepada Prabu Adimulya Permanadikusuma, menyerang kerajaan Galuh. Penyerangan itu dilakukan ketika sedang berlangsung pesta penyabungan ayam. Ketika itu Ciung Wanara ikut serta menyabungkan ayamnya.
Dalam penyerangan itu Tamperan dan Pangrenyep berhasil ditangkap, akan tetapi Banga yang pada waktu itu dibiarkan, berhasil meloloskan kedua orang tuanya sehingga kedua tawanan itu melarikan diri. Pelarian itu menuju ke arah Barat. Ciung Wanara sangat gusar ketika mendengar tawanannya melarikan diri. Kemudian ia menyerang Rahyang Banga, maka terjadilah perkelahian di antara keduanya. Sementara itu pasukan pengejar kedua tawanan takut kemalaman , dan takut kehilangan buruannya, kemudian mereka menghujani hutan dengan Panah. Panah-panah mereka akhirnya menewaskan Tamperan dan Pangrenyep. Berita binasanya Temperan dan Pangrenyep, akhirnya sampai kepada Sanjaya, maka sanjaya mambawa pasukan yang sangat besar, akan tetapi hal ini telah diperhitungkan oleh Balangantrang. Melihat sengitnya pertempuran itu, akhirnya tokoh tua Demunawan turun tangan dan berhasil melerai pertempuran itu. Kemudian kedua belah pihak diajaknya berunding. Dari perundingan itu, dicapai kesepakatan bahwa wilayah bekas Tamperan dibagi menjadi dua yaitu, kerajaan Sunda di serahkan kepada Rahyang Banga, sedangkan Kerajaan Galuh diserahkan kepada Ciung Wanara atau Manarah.
Kerajaan Galuh Pada Masa Ciung Wanara
Sang Manarah yang disebut juga Ciung Wanara atau Prabu Suratama Prabu Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuana memeritah di Galuh dari tahun 739-783 Masehi. Ciung Wanara dijodohkan dengan cicit Demunawan yang bernama Kancana Wangi. Dari perkawinan ini dikaruniai anak bernama purbasari yang kelak menikah dengan Sang Manistri atau Lutung Kasarung.
Ciung Wanara memerintah selama kurang lebih 44 tahun, dengan wilayah pemerintahannya antara daerah Banyumas sampai ke Citarum, setelah cukup lama memerintah, Ciung Wanara mengundurkan diri dari pemerintahan, pemerintahan selanjutnya diteruskan oleh menantunya yaitu Sang Manistri atau Lutung Kasarung, suami dari Purbasari.
Pada tahun 783, Manarah melakukan manurajasuniya yakni mengakhiri hidupnya dengan bertapa.
Kisah Prabu Adimulya dan Ciung Wanara atau Sang Manarah serta tempat yang disebut Bojong Galuh Karangkamulyan yang sekarang terletak di Kecamatan Cijeungjing, telah menjadi penuturan yang turun temurun serta tidak asing lagi bagi masyarakat yang berada di Kabupaten Ciamis yang dulunya bernama Kabupaten Galuh.
SEJARAH KERAJAAN GALUH
Kerajaan Galuh pertama kali didirikan oleh Wrettikandayun pada abad ke-6 Masehi, akan tetapi belum ada keterangan yang pasti mengenai letak Kerajaan Galuh tersebut, namun ada beberapa pendapat yang mengemukakan bahwa Kerajaan Galuh berpusat di Cibeureum, yang sekarang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Tasikmalaya tepatnya di Desa Cibeureum Kecamatan Manonjaya. Sementara itu pendapat lain mengemukakan pula bahwa pusat Kerajaan Galuh terletak di Desa Citapen Kecamatan Rajadesa Kabupeten Ciamis. Ditempat ini ditemukan sebuah peninggalan purbakala berupa dinding batu yang cukup tinggi berada di sebuah tebing di pinggir kali sungai Cijolang. Pada dinding batu tersebut terdapat beberapa catatan berupa garis-garis berupa sebuah sandi, namun sampai saat ini belum diketahui apa maksud coretan tersebut. Ada lagi pendapat yang mengemukakan bahwa Kerajaan Galuh berpusat di Purbaratu, kemudian di Lakbok dan Karangkamulyan, yang kesemuanya memiliki peninggalan purbakala.
Wrettikandayun gemar menimba ilmu pengetahuan, ia diwarisi kitab yang disebutSanghiang Watangageung oleh ayahnya. Kemudian ia bersama ayahnya yakni Kandiawan dan dua orang adiknya yang bernama Sandang Gerba dan Katungmaralah, membuat sebuah kitab yang diberi nama Sanghiang Sasanakerta.
Pada masa Wrettikandayun, Kerajaan Galuh berbatasan dengan Kerajaan Sunda di Citarum. Setelah 90 tahun memerintah, Wrettikandayun mengundurkan diri dari jabatannya kemudian ia menjadi Raja Resi di Mendala Menir, oleh sebab itu ia mendapat julukan Rahiangtarimenir.
Setelah Wrettikandayun wafat, tahta kerajaan tidak diteruskan oleh putra sulungnya karena putra sulung tersebut memiliki cacat tubuh yaitu giginya tanggal, oleh karena itu maka dinamai Sempak Waja. Disamping memiliki cacat tubuh, Sempakjaya memiliki wajah yang kurang bagus, kemudian ia di jodohkan dengan Pwah Rababu yang berasal dari daerah Kendan. Dalam perkawinannya pun Sempak Waja memiliki cacat, atau tidak memiliki jalan mulus, sebab terjadi peristiwa yang memalukan yakni, adanya hubungan gelap antara istrinya dengan adiknya sendiri yang bernama Mandiminyak.
Hubungan gelap itu bermula dari adanya acara perjamuan makan di Galuh yang di sebut utsawakarma. Putra kedua Wrettikandayun yang bernama Jantaka, juga tidak memenuhi syarat untuk menjadi raja, sebab ia pun memiliki cacat tubuh yaitu kemir. Tidak diperoleh keterangan dengan siapa Jantaka menikah, tetapi ia mempunyai keturunan bernama Bimaraksa atau terkenal dengan sebutan Balangantrang.
Putra ketiga dari Wrettikandayun merupakan orang yang dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan raja, sebab tidak memiliki cacat tubuh. Ia adalah Mandiminyak.
Kerajaan Galuh Pada Masa Mandiminyak
Mandiminyak atau disebut juga Amara, memerintah di Galuh dari tahun 702 – 709 masehi. Ia memerintah dalam usia 78 tahun. Mandiminyak dijodohkan dengan putri Maharani Sima seorang penguasa dari Kalingga. Dari perkawinannya dengan Dewi Parwati, Mandiminyak dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama putri Sannaha. Dengan demikian Mandiminyak telah mempunyai dua orang anak. Anak pertama bernama Bratsenawa sebagai hasil hubungan gelap dengan Pwah Rababu yang telah diperistri oleh kakaknya yaitu Sempakjaya.. Kedua kakak beradik yang berbeda ibu tersebut, kemudian dijodohkan karena pada waktu itu adat mereka membolehkannya. Perkawinan itu terkenal dengan sebutanPerkawinan Manu, yaitu menikah dengan saudara sendiri. Mandiminyak bersama istrinya menjadi penguasa Kalingga Utara sejak tahun 674-702 Masehi.
Kerajaan Galuh Pada Masa Bratasenawa
Ranghiangtang Bratasenawa atau Sang Sena memerintah di Kerajaan Galuh dari tahun 709-716 Masehi. Dari perkawinannya dengan Dewi Sannaha ia dikaruniai seorang anak yang diberi nama Sanjaya. Sang Sena terlahir dari hubungan terlarang antara Mandiminyak dan Pwah Rababu, oleh sebab itui kedudukannya di Galuh kurang disukai oleh kalangan pembesar Galuh. Sang Sena pun menyadari kalau kedudukannya kurang disukai karena latar belakang dirinya dari keadaan yang hitam, tetapi ia tetap duduk dalam kekuasaannya.
Pada tahun 716 Masehi terjadilah perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Purbasora. Dalam perebutan kekuasaan itu, Purbasora dibantu oleh kerajaan-kerajaan yang berpihak kepadanya seperti kerajaan Indraprahasta yang dipimpin oleh Wirata. Dalam perebutan kekuasaan itu pasukan Galuh terpecah menjadi dua bagian, pertama sebagai pendukung Bratasena dan kedua sebagai pendukung Purbasora. Akan tetapi pasukan yang memihak kepada Bratasena atau Sang Sena tidaklah sekuat pasukan yang memihak kepada Purbasora sehingga pasukan Sang Sena dapat segera dikalahkan.
Kerajaan Galuh Pada Masa Purbasora
Rahyang Purbasora menjadi penguasa di Galuh dari tahun 716-723 Masehi, ia naik tahta dalam usia 74 tahun. Dari perkawinannnya dengan Citra Kirana Putri Padma Hadiwangsa Raja Indraprahasta ke-13, ia dikaruniai anak bernama Wijaya Kusuma yang menjadi Patih di Saung Galah.
Rahiang tidak lama memerintah di Galuh, setelah 7 tahun memegang pemerintahan maka terjadilah perebutan kekuasan, ini dilakukan oleh Sanjaya. Sa njaya adalah anak dari Bratasenawa atau Sang Sena. Penyerbuan dilakukan pada malam hari dengan markasnya di Gunung Sawal. Pada penyerbuan itu ia berhasil membunuh Purbasora serta membunuh seluruh penghuni Keraton Galuh.
Kerajaan Galuh Pada Masa Sanjaya
Sanjaya atau Rakaian Jamri atau disebut juga Harisdharama Bhimaparakrama Prabu Maheswara Sarwajisatru Yudhapurna Jaya anak dari perkawinan antara Bratasenawa dan Dewi Sannaha. Ia menikah dengan Teja Kancana Hayupurnawangi cucu Prabu Tarusbawa pendiri Kerajaan sunda. Perkawinan kedua dengan putri sudiwara putra dari Narayana atau Prabu Iswara penguasa Kalingga Selatan.
Sanjaya berkuasa di Galuh dari tahun 723-724 Masehi. Setelah merebut Galuh, Sanjaya segera menumpas para pendukung Purbasora ketika merebut kekuasaan dari tangan ayahnya. Setelah melakukan penyerbuan ke Indraprahasta kemudian Sanjaya menyerang Kerajaan Kuningan. Tetapi penyerangan ini mengalami kegagalan sampai akhirnya Sanjaya kembali ke Galuh bersama pasukannya.
Setelah melakukan penyerbuan itu Sanjaya menemui Sempak Waja di Galunggung. Sanjaya meminta agar Galuh dipegang oleh Demunawan adik Purbasora, tetapi Demunawan menolak permintaan itu, hal ini terjadi mungkin karena Demunawan tidak rela kalau Kerajaan Galuh menjadi bawahan Kerajaan Sunda. Dalam menanggapi pihak Galunggung, Sanjaya tidak berani bersikap keras, karena ia telah mendapat tekanan keras dari ayahnya sendiri, Sang Sena, yang telah berkali-kali mengingatkan agar Sanjaya tetap bersikap hormat kepada Sempak Waja dan Demunawan.
Ketika Sanjaya telah berhasil menundukkan raja-raja di pulau Jawa Swarna bumi dan Cina, ia kembali ke Galuh untuk mengadakan perundingan. Perundingan itu dihadiri oleh Sanjaya, Demunawan, Sang Iswara dan para pembesar kerajaan serta para pembesar kerajaan serta Duta Prabu Sena dan para Duta dari Swarna Bumi. Pada saat itu Sempak Waja telah meninggal dunia. Hasil perundingan itu meneapkan bahwa:
Keterangan I :
- Negara Sunda wilayah sebelah Barat Citarum diserahkan kepada keturunan Prabu Tarusbawa.
- Galuh Pakuan dan Saung Galah diserahkan kepada Sri Demunawan.
- Medang di Bumi Mataram diserahkan kepada Sanjaya.
- Jawa timur diserahkan kepada Prabu Iswara.
- Sanjaya akan memerintah di pulau Jawa meneruskan pemerintahan kedua orang tuanya.
- Galuh dan Sunda diserahkan kepada Tamperan.
- Daerah kekuasaan Dangiang Guru Sempak Waja diserahkan kepada Saung Galah dibawah kekuasaan Resi Demunawan.
- Daerah sebelah Timur Paralor dan cilotiran menjadi daerah kekuasaan Iswara Narayana adik Parwati Putra Maharani Sima.
Kerajaan Galuh Pada Masa Adimulya Permanadikusuma
Nama Adimulya Permanadikusuma atau disebut juga Bagawat Sajala-jala atau Ajar sukaresi, telah dikenal cukup akrab di telinga masyarakat yang ada di Kabupaten Ciamis terutama yang tinggal di daerah Bojong Galuh Karangkamulyan sekarang ini, karena tempat ini diduga sebagai bekas peninggalan Kerajaan Galuh pada masa pemerintahan Adimulya Permanadikusuma. Menurut sejarahnya, Adimulya Permanadikusumah adalah putra Wijaya Kusuma yang menjadi patih di Saung Galah (Kuningan), ketika Demunawan memegang pemerintahan.
Ratu Adimulya Permanadilusuma lahir pada tahun 683 Masehi. Ia seumur dengan Sanjaya putra Bratasena. Sanjaya mengangkat Adimulya Permanadikusuma menjadi raja di Galuh dengan maksud untuk menghilangkan ketidaksimpatian para tokoh Galuh terhadap dirinya terutama keturunan Batara Sempak Waja dan Resi guru Jantaka..
Untuk memperkuat kedudukannya, Sanjaya membuat suatu strategi dengan cara menjodohkan Adimulya Permanadikusuma dengan putri Patih Anggada dari Kerajaan Sunda bernama Pangrenyep, masih saudara sepupu istri Sanjaya. Saat anak pertamanya yang bernama Ciung Wanara baru berumur lima tahun, ia melakukan tapa, karena merasa bingung dalam memerintah sebab Kerajaan Galuh harus tunduk kepada Kerajaan Sunda.
Pada waktu Adimulya Permanadikusuma bertapa, pemerintahan di Galuh sementara dipegang oleh Tamperan yang jabatannya sebagai patih galuh. Akan tetapi Tamperan berbuat tidak baik, ia menghianati Prabu Adimulya Permanadikusuma, dengan cara berbuat skandal/tidak senonoh dengan Pangrenyep, yang menjadi istri kedua Prabu Adimulya Permanadikusuma. Hubungan Tamperan dan Pangrenyep semakin hari semakin akrab, sampai akhirnya dari hubungan gelap itulah lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Rahiang Banga atau disebut juga Kamarasa. Tamperan membuat siasat licik dengan cara menyuruh orang untuk membunuh Prabu Adimulya Permanadikusumah yang sedang bertapa di Gunung Padang. Maka terbunuhlah Prabu Adimulya Permanadikusuma oleh orang suruhan Tamperan.
Kerajaan Galuh Pada Masa Tamperan
Tamperan menikah dengan Pangrenyep ketika sedang mengandung sembilan bulan. Namun tidak lama kemudian, ia menikahi Naganingrum yang statusnya sebagai istri kedua.
Sementara itu Ciung Wanara, putra dari Prabu Adimulya Permanadikusuma dan Dewi Naganingrum setelah ibunya menikah kembali, ia melarikan diri ke Geger Sunten untuk menemui Balangantrang. Ia menetap di Geger Sunten sampai usianya dewasa. Ciung Wanara mengetahui rahasia negara, karena diberitahu oleh Balangantrang. Ia dipersiapkan oleh Balangantrang untuk merebut kembali Kerajaan Galuh yang menjadi haknya dan menuntut balas pati atas kematian ayahnya.
Ketika Ciung Wanara berusia 22 tahun, tepatnya tahun 739 Masehi, Ciung Wanara bersama pasukannya dari Geger Sunten, ditambah dengan pasukan yang masih setia kepada Prabu Adimulya Permanadikusuma, menyerang kerajaan Galuh. Penyerangan itu dilakukan ketika sedang berlangsung pesta penyabungan ayam. Ketika itu Ciung Wanara ikut serta menyabungkan ayamnya.
Dalam penyerangan itu Tamperan dan Pangrenyep berhasil ditangkap, akan tetapi Banga yang pada waktu itu dibiarkan, berhasil meloloskan kedua orang tuanya sehingga kedua tawanan itu melarikan diri. Pelarian itu menuju ke arah Barat. Ciung Wanara sangat gusar ketika mendengar tawanannya melarikan diri. Kemudian ia menyerang Rahyang Banga, maka terjadilah perkelahian di antara keduanya. Sementara itu pasukan pengejar kedua tawanan takut kemalaman , dan takut kehilangan buruannya, kemudian mereka menghujani hutan dengan Panah. Panah-panah mereka akhirnya menewaskan Tamperan dan Pangrenyep. Berita binasanya Temperan dan Pangrenyep, akhirnya sampai kepada Sanjaya, maka sanjaya mambawa pasukan yang sangat besar, akan tetapi hal ini telah diperhitungkan oleh Balangantrang. Melihat sengitnya pertempuran itu, akhirnya tokoh tua Demunawan turun tangan dan berhasil melerai pertempuran itu. Kemudian kedua belah pihak diajaknya berunding. Dari perundingan itu, dicapai kesepakatan bahwa wilayah bekas Tamperan dibagi menjadi dua yaitu, kerajaan Sunda di serahkan kepada Rahyang Banga, sedangkan Kerajaan Galuh diserahkan kepada Ciung Wanara atau Manarah.
Kerajaan Galuh Pada Masa Ciung Wanara
Sang Manarah yang disebut juga Ciung Wanara atau Prabu Suratama Prabu Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuana memeritah di Galuh dari tahun 739-783 Masehi. Ciung Wanara dijodohkan dengan cicit Demunawan yang bernama Kancana Wangi. Dari perkawinan ini dikaruniai anak bernama purbasari yang kelak menikah dengan Sang Manistri atau Lutung Kasarung.
Ciung Wanara memerintah selama kurang lebih 44 tahun, dengan wilayah pemerintahannya antara daerah Banyumas sampai ke Citarum, setelah cukup lama memerintah, Ciung Wanara mengundurkan diri dari pemerintahan, pemerintahan selanjutnya diteruskan oleh menantunya yaitu Sang Manistri atau Lutung Kasarung, suami dari Purbasari.
Pada tahun 783, Manarah melakukan manurajasuniya yakni mengakhiri hidupnya dengan bertapa.
Kisah Prabu Adimulya dan Ciung Wanara atau Sang Manarah serta tempat yang disebut Bojong Galuh Karangkamulyan yang sekarang terletak di Kecamatan Cijeungjing, telah menjadi penuturan yang turun temurun serta tidak asing lagi bagi masyarakat yang berada di Kabupaten Ciamis yang dulunya bernama Kabupaten Galuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar